pixel

Belajar di Rumah: Masih Perlukah?


Di jaman sekarang sudah menjadi kebutuhan bagi anak untuk belajar di rumah. Pasalnya jika anak hanya belajar di sekolah, pemahaman anak terhadap materi atau pelajaran dirasa kurang. Dengan begitu padatnya kurikulum saat ini, guru di sekolah memiliki beban untuk menuntaskan materi pelajaran sesuai alokasi waktu. Ditambah jumlah siswa di setiap kelas yang cukup banyak (biasanya kelas reguler 30 s/d 40 siswa), juga menyebabkan pengelolaan kelas oleh guru di kelas menjadi kurang merata.
Daya tangkap setiap anak dalam menerima materi pelajaran di sekolah memang berbeda-beda. Daya tangkap anak yang tergolong rendah, akan sangat memengaruhi perolehan pengetahuannya. Padahal, perolehan pengetahuan berbanding lurus dengan perolehan nilai di sekolahnya. Masalah kemampuan anak dalam menerima materi di sekolah ini dapat dilihat dari faktor internal, misalnya dari segi gizi yang kurang terpenuhi sehingga daya tahan tubuhnya terganggu, yang mengakibatkannya jadi kurang konsentrasi di sekolah. Selain itu, faktor psikologis anak, misalnya kurang diperhatikan orang tua atau gurunya.

Adapun faktor eksternal yang memengaruhi antara lain cara mengajar gurunya di sekolah yang kurang dipahami atau tak disukai sang anak. Atau, kondisi belajar yang kurang kondusif, misalnya ruang kelas terlalu ramai dan berisik sehingga mengganggu konsentrasi belajarnya. Maka, selain belajar di sekolah, anak perlu mengulang pelajarannya di luar sekolah.Anak sangat dianjurkan untuk belajar di rumah. Baik untuk mengulang materi pelajaran yang didapat di sekolah atau mengerjakan PR (Pekerjaan Rumah). Dengan belajar di rumah diharapkan terjadi pengulangan dan penguatan dalam belajar. Ada baiknya jika orang tua mendampingi anak saat belajar di rumah. Karena selain dapat memantau perkembangan belajar anaknya, pendampingan orang tua sangat penting dalam menjalin komunikasi yang berkualitas antara orang tua (ayah atau ibu) dan anak.
Namun ada saja kendala yang dihadapi orang tua dalam mendampingi anaknya belajar di rumah. Mulai dari alasan orang tua terlalu sibuk, tidak ada waktu,  orang tua sudah ndak nyambung dengan pelajaran anaknya, dan alasan-alasan lainnya. Seperti diungkapkan seorang teman yang memiliki anak yang duduk di bangku SMP. Teman saya ini sebenarnya lulusan ITS Surabaya, jadi kalau ditanya soal fisika/IPA pastinya bukan hal yang sulit bagi teman saya ini. Tapi anehnya, saat dihadapkan untuk mendampingi putranya belajar, putranya malah garuk-garuk kepala. Berikut penuturan putranya kepada saya, “Papa kalo njelasin rumusnya njlimet, gak kayak di sekolah” yang disambut tawa ayahnya.
Lain lagi dengan cerita salah seorang kolega saya, beliau adalah seorang ibu rumah tangga yang memiliki putra yang duduk di kelas 6 SD. Menurut Beliau, anaknya yang memiliki hobi bermain game online ini susah sekali kalau disuruh belajar di rumah. Hal ini menyebabkan prestasi sekolahnya menurun. Menurut keterangan salah seorang guru di SD-nya, anaknya ini sebenarnya bisa kalau mau belajar. Hal ini terbukti saat ada pelajaran baru dan saat itu juga diadakan tes, anak ini bisa. Namun, lain halnya saat ada tugas atau PR, anak ini jarang mengerjakan, apalagi belajar di rumah. Alhasil saat ada ulangan harian atau ulangan akhir semester nilainya banyak yang di bawah KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal).
Salah satu alternatif yang bisa diandalkan untuk mendukung kegiatan belajar anak antara lain mengikutkan anak di bimbingan belajar (bimbel). Saat ini sangat banyak pilihan bimbel yang bisa dijadikan alternatif. Beberapa jenis bimbel antara lain bimbel kelas, bimbel semi-privat, dan bimbel privat. Bimbel kelas menerapkan pembelajaran klasikal dengan jumlah siswa sekitar 10-15 orang siswa. Bimbel semi-privat biasanya memiliki jumlah siswa yang lebih sedikit antara 4-9 orang siswa. Sedangkan bimbel privat pelaksanaanya di rumah siswa, dengan guru pengajar yang datang ke rumah, dan biasanya satu guru pengajar untuk 1 orang siswa. Beberapa tips dalam memillih bimbel bisa dibaca di sini